SELAMAT DATANG DI LIAILMAMAH.BLOGSPOT.COM,JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENTARMU YA! :) maaf jika foto2 terhapus :')

Thursday 27 March 2014

HubunganTasawuf Dengan Ilmu-Ilmu Keislaman dan Ilmu Jiwa


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Kata akhlak berasal adari bahasa arab khuluq yang jama’nya akhlak. Menurut bahasa, akhlak adalah perangai, taqbi’at, dan agama. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalaq yang berarti “kejadian”, serta erat hubungannya dengan kata khaliq yang berarti “pencipta” dan makhluq yang berarti “yang diciptakan”.
Adapun pengertian tasawuf dapat dilihat menjadi beberapa pengertian, seperti dibawah ini :
Pertama, tasawuf berasal dari kata yang dikonotasikan dengan ahlu al-suffah, yang bererti sekelompok orang pada masa Rosululloh SAW. yang hidupnya berdiam di serambi-serambi mesjid, mereka mengabdikan dirinya untuk beribadah kepada Alloh SWT.
Kedua, tasawuf berasal dari kata shafa. Kata shafa ini berbentuk fi’il mabni majhul sehingga menjadi isim mulhaq dengan huruf ya nisbah, yang berarti nama bagi orang-orang yang “bersih” atau “suci”.maksudnya adalah orang-orang yang mensucikan dirinya dihadapan Tuhannya.
Ketiga, istilah tasawuf berasal dari kata shaf. Makna shaf dinisbatkan kepada orang-orang yang ketika shalat selalu berada di saf yang paling depan. Dan masih banyak sekali sefinisi-definisi lain tentang tasawuf secara bahasa.
Adapun tasawuf menurut istilah ialah ilmu yang mempelajari usaha membersihkan diri, berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesuciandengan makrifat menuju keabadian, saling mengingatkan antar manusia, serta berpegang teguh pada janji Alloh SWT. Dan mengikuti syari’at Rosulullah SAW. dalam mendekatkan diri dan mencapai keridhoannya.

B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana hubungan tasawuf dengan ilmu-ilmu keislaman dan ilmu jiwa agama?
2.      Apa saja ciri-ciri umum tasawuf?
3.      Apa  perbedaan antara tasawuf filsafat dan ilmu kalam?
4.      Perbedaan antara tasawuf dengan ilmu jiwa agama

C.      Tujuan Masalah
1.      Agar mengetahui hubungan tasawuf dengan ilmu-ilmu keislaman dan ilmu jiwa agama
2.      Agar mengetahui ciri-ciri umum tasawuf
3.      Agar mengetahui perbedaan taawuf filsafat dan ilmu kalam
4.      Agar mengetahui perbedaan antara tasawuf dengan ilmu jiwa agama


























BAB II
PEMBAHASAN

A.       Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu-Ilmu Keislaman Dan Ilmu Jiwa Agama (Transpersonal Psychology)

Sebagai sebuah disiplin ilmu keislaman, tasawuf tidak dapat lepas dari keterkaitannya dengan ilmu-ilmu Islam lainnya, seperti ilmu kalam dan fiqih. Bahkan tasawuf  juga tidak bisa lepas dari keterkaitannya dengan ilmu filsafat.  Keterkaitan ilmu tasawuf dengan ilmu-ilmu tersebut dapat disimak dalam uraian berikut ini.
1.        Keterkaitannya Dengan Ilmu Kalam
Ilmu kalam[1] merupakan disiplin ilmu keislaman yang banyak mengedepankan pembicaraan tentang persoalan-persoalan kalam Tuhan. Persoalan-persoalan kalam ini biasanya mengarah sampai pada perbincangan yang mendalam dengan dasar-dasar argumentasi, baik rasional maupun irasional (naqliyah).  Argumentasi rasiuonal yang dimaksudkan adalah landasan pemahaman yang cenderung menggunakan metode berfikir filosofis. Adapun argumentasi naqliyah biasanya bertendensi pada argumentasi berupa dalil-dalil Al-Qur’an dan Al-Hadits. Ilmu kalam sering menempatkan diri pada kedua pendekatan ini (aqli dan naqli), tetapi dengan metode-metode argumentasi yang dialektik. Jika pembicaraan kalam Tuhan ini berkisar pada keyakinan-keyakinan yang harus dipegang oleh umat Islam, ilmu ini lebih spesifik mengambil bentuk sendiri dengan istilah ilmu tauhid dan ilmu ‘aqa’id.
Pembicaraan materi-materi yang tercakup dalam ilmu kalam terkesan tidak menyentuh dzauq (rasa rohaniah). Sebagai contoh ilmu tauhid menerangkan bahwa Allah mempunyai sifat sama’ (melihat), bashar (melihat),  dan lain sebagainya. Akan tetapi, ilmu kalam atau ilmu tauhid tidak menjelaskan bagaimanakah seorang hamba dapat merasakan langsung bahwa Allah mendengar dan melihatnya; bagaimana pula peerasaan hati seseorang ketika membaca Al-Qur’an; dan bagaimana seseorang merasa bahwa saegala sesuatu yang tercipta merupakan pengaruh dari qudrah (kekuasaan) Allah ?
Pertanyaan-pertanyaan ini sulit terjawab dengan hanya melandaskan diri pada ilmu tauhid atau ilmu kalam. Biasanya, yang membicarakan penghayatan sampai pada penanaman kejiwaan manusia adalah ilmu tasawuf. Disiplin inilah yang membahas cara merasakan nilai-nilai aqidah dengan memerhatikan bahwa persoalan tadzawwuq (bagaimana merasakan) tidak saja termasuk dalam lingkup hal yang sunnah atau dianjurkan, tetapi justru termasuk hal yang diwajibkan.
Al-sunnah memberikan perhatian yang begitu besar terhadap masalah tadzawwuq, seperti hadits Rasul:
ذاق طعم الإيمان من رضي بالله ربا و بالإسلام دينا و بمحمد رسولا. رواه مسلم و الترمذى
“Yang merasakan rasanya iman adalah orang yang ridha kepada Allah sebagai Tuhan, ridha kepada Islam sebagai agama, dan ridha kepada Muhammad sebagai Rasul.[2]
Dalam ilmu kalam ditemukan pembahasan iman dan definisinya, kekufuran, dan manifestasinya, serta kemunafikandan batasannya. Sementara pada ilmu tasawuf ditemukan pembahasan jalan atau metode praktis untuk meerasakan keyakinan dan ketentraman, sebagaimana dijelaskan juga tentang menyelamatkan diri dari kemunafikan. Semua itu tidak cukup hanya diketahui batasan-batasannya oleh sesorang. Sebab, kadang seseorang sudah tahu batasan-batasan kemunafikan, tetapi tetap saja melakukannya. Allah berfirman :
ÏMs9$s% Ü>#{ôãF{$# $¨YtB#uä ( @è% öN©9 (#qãZÏB÷sè? `Å3»s9ur (#þqä9qè% $oYôJn=ór& $£Js9ur È@äzôtƒ ß`»yJƒM}$# Îû öNä3Î/qè=è% ( bÎ)ur (#qãèÏÜè? ©!$# ¼ã&s!qßuur Ÿw Nä3÷GÎ=tƒ ô`ÏiB öNä3Î=»yJôãr& $º«øx© 4 ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî îLìÏm§ ÇÊÍÈ
 “orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi Katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu….”[3]
Dalam kaitannya dengan ilmu kalam, ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang mendalam melalui hati (dzauq dan wijdan) terhadap ilmu tauhid dan ilmu kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau teraplikasikan dalam prilaku. Dengan demikian ilmu tasawuf sebagai penyempurna ilmu tauhid jika dilihat dari sudut pandang bahwa ilmu tasawuf merupakan sisi terapan rohaniah dari ilmu tauhid.
Ilmu kalam pun berfungsi sebagai pengendali ilmu tasawuf. Oleh karena itu, jika timbul suatu aliran yang bertentangan dengan akidah, atau lahir suatu kepercayaan baru yang bertentangan dengan Al-qur’an dan Al-sunnah, hal itu merupakan penyimpangan atau penyelewengan. Jika bertentangan atau tidak pernah diriwayatkan dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah, atau belum pernah diriwayatan oleh ulama-ulama salaf, hal itu harus ditolak.
Selain itu, ilmu tasawuf mempunyai fungsi sebagai pemberi kesadaran rohaniah dalam perdebatan-perdebatan kalam. Sebagaimana disebutkan bahwa ilmu kalam dalam dunia islam cenderung menjadi ilmu yang mengandung muatan rasional dan muatan naqliyah. Jika tidak diimbangi dengan kesadaran rohaniah, ilmu kalam akan  lebih beergerak kearah liberal dan bebas. Disinilah ilmu tasawuf memberi muatan rohaniah sehingga ilmu kalam tidak dikesani sebagai dialektika keislaman belaka, yang kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan secara qalbiyyah (hati).
Amalan-amalan tasawuf mempunyai pengaruh yang besar dalam ketauhidan. Jika rasa sabar tidak ada, munculah kekufuran, jika rasa syukur sedikit, lahirlah suatu bentuk kegelapan sebagai reaksi. Begitu juga ilmu tauhid dapat memberi kontribusi pada ilmu tasawuf. Sebagai contoh, jika cahaya tauhid telah lenyap, timbulah penyakit-penyakit qalbu, seperti ujub, congkak, ria’, dengki, hasud, dan sombong. Andai saja manusia sadar bahwa Allah-lah yang memberi, niscaya rasa hasud dan dengki akan sirna. Kalau saja dia tahu kedudukan penghambaan diri, niscaya tidak akan ada rasa sombong dan berbangga diri. Kalau saja manusia sadar bahwa ia betul-betul hamba Allah, niscaya tidak akan ada perebutan kekuasaan. Kalau saja manusia sadar bahwa Allah-lah pencipta segala sesuatu, niscaya tidak akan ada rasa ujub dan riya’. Dari sinilah dapat dilihat bahwa ilmu tauhid merupakan jenjang pertama dalam pendidikan menuju Allah. (pendakian para kaum sufi).
Untuk melihat lebih lanjut hubungan antara ilmu tasawuf dan ilmu tauhid, langkah baiknya melihat paparan Al-Ghazali. Dalam bukunya yang berjudul Asma Al-Husna’, Al-Ghazali telah menjelaskan dengan baik persoalan tauhid kepada Allah., terutama ketika menjelaskan nama-nama Allah, materi pokok ilmu tauhid. Nama Tuhan Al-rahman dan Al-rahim, katanya, pada aplikasi rohaniyahnya merupakan sebuah sifat yang harus diteladani. Jika sifat Al-Rahman diaplikasikan, seseorang akan memandang orang yang durhaka dengan kelembutan bukan kekerasan; melihat orang dengan mata Al-Rahim, bukan dengan mata yang menghina, bahkan ia mencurahkan ke-Rahim-annya kepada orang yang durhaka agar dapat diselamatkan. Jika melihat orang lain menderita atau sakit, orang yang Rahim akan segera menolongnya. Nama lain Allah yang patut diteladani adalah Al-Qudus (Maha Suci). Seorang hamba akan suci apabila berhasil membebaskan pengetahuan dan kehendaknya dari khayalan dan segala persepsi yang dimiliki binatang.
Dengan ilmu tasawuf, segala persoalan yang berada dalam kajian ilmu tauhid terasa lebih bermakna, tidak kaku, tetapi lebih dinamis dan aplikatif.

2.        Keterkaitan Ilmu Tasawuf Dengan Ilmu Fiqh
Biasanya pembahasan kitab-kitab fiqh selalu dimulai dengan thaharah (bersuci), kemudian persoalan-persoalan fiqh lainnya. Akan tetapi, pembahasan ilmu fiqh tentang thaharoh atau lainnya tidak secara langsung terkait dengan pembicaraan nilai-nilai rohaniahnya. Padahal, thaharoh akan terasa lebih bermakna jika disertai pemahaman rohaniahnya.
Persoalannya sekarang, disiplin ilmu apakah yang dapat menyempurnakan ilmu fiqh dalam persoalan-persoalan tersebut ? ilmu tasawuf tampaknya merupakan jawaban yang paling tepat karena berhasil memberikan corak batin terhadap ilmu fiqh. Corak batin yang dimaksud adalah ikhlas dan khusyu berikut jalannya masing-masing. Bahkan, ilmu ini mampu menumbuhkan kesiapan manusia untuk melaksanakan hukum-hukum fiqh. Alasannya, pelaksanaan kewajiaban manusia tidak akan sempurna tanpa jalanan rohaniah.
Ma’rifat secara rasa tehadap Allah melahirkan pelaksanaan hukum-hukum-Nya secara sempurna. Dari sinilah, dapat diketahui kekeliruan pendapat yang dapat menuduh perjalanan kepada Allah (dalam tasawuf) sebagai tindakan melepaskan diri dari hukum-hukum Alloh SWT. Sebab Allah sendiri telah berfirman :
¢OèO y7»oYù=yèy_ 4n?tã 7pyèƒÎŽŸ° z`ÏiB ̍øBF{$# $yg÷èÎ7¨?$$sù Ÿwur ôìÎ7®Ks? uä!#uq÷dr& tûïÏ%©!$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÊÑÈ
“kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.”[4]
Berkaitan dengan persoalan ini, Alna’-Juna’id seperti dikutip Sa’id Hawwa-menuduh sesat golongan yang menjadikan wushul (mencapai) Allah merupakan tindakan untuk melepaskan diri dari hukum-hukum syari’at. Lebih tegas, ia mengatakan, “betul, mereka sampai, tetapi ke neraka saqar.”
Dahulu, para ahli fiqh mengatakan, “barang siapa mendalami fiqh, tetapi belum bertasawuf, berarti ia fasik; barang siapa bertasawuf, tetapi belum mendalami fiqh, berarti ia zindiq; barang siapa melakukan keduanya, berarti dia ber-tahaqquq (melakukan kebenaran).” Tasawuf dan fiqh adalah dua disiplin ilmu yang saling menyempurnakan. Jika terjadi pertentangan antara keduanya, berarti terjadi kesalahan dan penyimpangan. Maksudnya, boleh jadi seorang sufi berjalan tanpa fiqh atau menjauhi fiqh. Dengan kata lain, seorang ahli fiqh tidak mengamalkan ilmunya.
Jadi, seorang ahli fiqh harus bertasawuf. Sebaliknya, seorang ahli tasawuf (sufi) pun harus mendalami dan mengikuti aturan fiqh. Tegasnya, seorang faqih harus mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan hukum dan yang berkaitan dengan tatacara pengamalannya. Seorang sufipun harus mengetahui aturan-aturan hukum dan sekaligus mengamalkannya. Berkaitan dengan ini, Syeikh Al-rifa’i berkata, “sebenarnya tujuan akhir para ulama dan para sufi adalah satu.” Pernyataan ini perlu dikemukakan sebab beberapa sufi yang “terkelabui’ selalu menghujat setiap orang dengan perkataan” orang yang tidak memiliki syeikh, syeikhnya adalah syetan”. Ini diungkapkan seorang sufi bodoh yang berpropagandas untuk syeikhnya; atau dilontarkan oleh sufi keliru yang tidak tahu cara mendudukan tasawuf pada tempat yang sebenarnya.
Para pengamat ilmu tasawuf mengakui bahwa orang yang telah berhasil menyatukan tasawuf dengan fiqh adalah Al-Ghazali. Kitab ihya ulum Ad-Din-nya dapat dipandang sebagai kitab yang mewakili dua disiplin ini, disamping disiplin ilmu liannya, seperti ilmu kalam dan filsafat.

3.             Keterkaitan Ilmu Tasawuf Dengan Filsafat
Ilmu tasawuf yang berkembang di dunia Islam tidak dapat dinafikan dari sumbangan pemikiran kefilsafatan. Ini dapat dilihat, misalnya, dalam kajian-kajian tasawuf yang berbicara tentang jiwa. Secara jujur, harus diakui bahwa terminologi jiwa dan roh, banyak dikaji dalam pemikiran-pemikiran filsafat. Sederetan intelektual muslim ternama juga banyak mengkaji tentantang jiwa dan roh, diantaranya adalah Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Al-Ghazali.
Kajian-kajian mereka tentang jiwa dalam pendekatan kefilsafatan memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kesempurnaan kajian tasawuf dalam dunia Islam. Pemahaman dalam jiwa dan roh pun menjadi hal yang esensial dalam tasawuf. Kajian-kajian kefilsafatan tentang jiwa dan roh kemudian banyak dikembangkan dalam tasawuf. Akan tetapi, perlu juga dicatat bahwa istilah yang lebih banyak dikembangkan dalam tasawuf adalah istilah qalb (hati). Istilah qalb memang lebih spesifik dikembangkan dalam tasawuf, tetapi tidak berarti bahwa istilah qalb berpengaruh dengan roh dan jiwa.
Menurut sebagian ahli tasawuf, An-Nafs (jiwa) adalah roh setelah bersatu dengan jasad. Penyatuan roh dengan jasad melahirkan pengaruh yang ditimbulkan oleh jasad terhadap roh. Pengaruh-pengaruh ini akhirnya memunculkan kebutuhan-kebutuhan dasar yang dibangun roh. Jika jasa tidak memiliki tuntutan yang tidak sehat dan disitu tidak terdapat kerja pengekangan napsu, sedangkan qalbu tetap sehat, tuntutan-tuntutan jiwa terus berkembang, sedangkan jasad menjadi binasa karena melayani jiwa.

4.             Hubungan Tasawuf Dengan Ilmu Jiwa (Tranpersonal Psikologi)
Dalam percakapan sehari-hari, orang banyak mengaitkan tasawuf dengan unsur kejiwaan dalam diri manusia. Hal ini cukup beralasan, mengingat dalam substansi pembahasannya, tasawuf selalu membicarakn persoalan-prsoalan yang berkisar pada jiwa manusia. Hanya saja, dalam jiwa yang dimaksud adalah jiwa manusia muslim, yang tentunya tidak lepas dari sentuhan-sentuhan keislaman. Dari sinilah, tasawuf kelihatan identik dengan unsur kejiwaan manusia muslim.
Mengingat adanya hubungan dan relefansi yang sangat berat antara sepiritual (tasawuf) dan ilmu jiwa, terutama ilmu kesehatan mental, kajian tasawuf tidak Dapat lepas dari kajian tentyang kejiwaan manusia.
Dalam pembahasan tasawuf dibicarakan hubungan jiwa dengan badan. Tujuan dari uraian tersebut adalah terciptanya keserasian antara keduanya. Pembahasan tentang jiwa dan raga ini dikonsepsikan para sufi dalam rangka melihat sejauhmana hubungan prilaku yang dipraktikan manusia dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu dapat terjadi. Dari sini, muncul katagori-katagori perbuatan manusia, apakah dikatagorikan sebagai perbuatan jelek atau baik.
Dalam pandangan kaum sufi, akhlaq dan sifat seseorang bergantung pada jenis jiwa yang berkuasa atas dirinya. Jikka yang berkuasa pada dirinya adalah nafsu-nafsu hewani atau nabati, yang akan tampil dalam prilakunya adalah prilaku hewani atau nabati pula. Sebaliknya, jika yang berkuasa adalah nafsu insani, yang akan tampil dalam prilakunya adalah nafsu insani.
Kalau para sufi menekankan unsur kejiwaan dalam konsep tentang manusia, dapat berarti bahwa hakikat, dzat, dan inti kehidupan manusia terletak pada unsur sepiritual dan kejiwaannya. Penekanan unsur jiwa dalam konsepsi tasawuf tidak berarti para sufi mengabaikan unsur jasmani manusia. Unsur ini juga mereka pentingkan karena rohani sangat memerlukan jasmani dalam melaksanakan kewajibannya beribadah kepada Allah dan menjadi khalifahnya di bumi. Seseorang tidak akan mungkin sampai pada Allah dengan beramal baik dan sempurna selama jasmaninya tidak sehat. Kehidupan jasmani yang sehat merupakan jalan pada kehidupan rohani yang baik. Pandangan kaum sufi mengenai jiwa, erat hubungannya dengan ilmu kesehatan mental. Ilmu kesehatan mental merupakan bagian dari ilmu jiwa (psikologi).
Dalam ilmu psikiatri dan psikoterapi, kata mental sering digunakan sebagai nama lain kata personality (kepribadian) yang berarti bahwa mental adalah semua unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap (attitude), dan perasaan yang dalam keseluruhan dan kebulatannya akan menentukan corak laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan perasaan, mengecewakan atau menggembirakan, menyenangkan dan sebagainya.
Orang yang sehat mentalnya adalah yang mampu merasakan kebahagiaan dalam hidup karena dapat merasakan bahwa dirinya berguna, berharga, dan mampu melaksanakan segala potensi dan bakatnya semaksimal mungkin dengan cara yang membawanya kepada kebahagiaan dirinya dan orang lain. Disamping itu, ia mampu menyesuaikan diri dalam arti yang luas, terhindar dari kegelisahan-kegelisahan dan gangguan jiwa, serta tetap terpelihara moralnya.
Sementara cakupan orang yang kurang sehat mentalnya sangat luas, mulai yang paling ringan sampai yang paling berat; dari yang merasa terganggu ketentramanhatinya sampai yang sakit jiwa. Gejala-gejala umum yang tergolong kurang sehat dapat dilihat dalam berbagai segi, antara lain :
1)        Perasaan, yaitu perasaan terganggu, selalu tidak tentram, gelisah tidak tentu yang digelisahkan, tetapi tidak dapat pula menghilangkannya (anxiety); rasa takut yang tidak masuk akal apa yang ditakutkannya (phobi), rasa iri, rasa sedih yang tidak beralasan, rasa rendah diri, sombong, suka bergantung pada orang lain, tidak mau bertanggungjawab, dll.
2)        Pikiran, yaitu gangguan terhadap kesehatan mental, dapat pula mempengaruhi pikiran, misalnya anak-anak menjadi bodoh, malas, dan sebagainya. Begitu pula orang dewasa mungkin merasa bahwa kecerdasan telah merosot, ia merasa kurang mampumelaksanakan sesuatu yang telah direncanakannya baik-baik, mudah dipengaruhio orang lain, menjadi pemalas, apatis, dan sebagainya.
3)        Kelakuan, yaitu pada umumnya kelakuan-kelakuan yang kurang baik, seperti kenakan, keras kepala, suka berdusta, dan lain sebagainya yang menyebabkan orang lain menderita, haknya teraniyaya, akibat dari keadaan mental yang terganggu kesehatannya.
4)        Kesehatan, yaitu jasmaniah dapat terganggu, bukan karena adanya penyakit yang betul-betul mengenai jasmani itu, tetapi rasanya sakit karena jiwanya tidak tentram, penyakit seperti ini disebut psyco-tematic. Di antara gejala penyakit ini, yang sering terjadi seperti sakit kepala, lemas, letih, dan sebagainya. Hal yang penting diperhatikan adalah penyakit jasmani ini tidak mempunyai sebab-sebab fisik sama sekali.
Berbagai penyakit terasebut akan timbul pada diri manusia yang tidak tenang hatinya, yaitu hati yang jauh dari Tuhannya. Ketidak tenangan itu akan menimbulkan penyakit-penyakit mental, yang pada gilirannya akan menjelma menjadi perilaku yang tidak baik dan menyeleweng dari norma-norma umum yang sisepakati.
Bagi orang yang dekat dengan Tuhannya, yang akan tampak dalam kepribadiannya adalah peribadi-peribadi yang tenang, dan perilakunyapun akan menampakan perilaku-perilaku atau akhlak-akhalak yang terpuji. Adapun pola kedekatan manusia kepada Tuhannya, inilah yang menjadi garapan dalam tasawuf. Disinilah tampak keterkaitan erat antara ilmu tasawuf dan ilmu jiwa atau ilmu kesehatan mental.

B.       Ciri-Ciri Umum Ilmu Tasawuf

Karena sulitnya memberikan definisi yang lengakap tentang tasawuf, Abu al-Wafa Al-Ghanimi At-Taftazani (peneliti tasawuf) tidak merumuskan definisoi tasawuf dalam bukunya madkhol ila at-tasawwuf Al-Islami (pengantar ke tasawuf islam). Menurutnya, secara umum, tasawuf mempunyai lima ciri umum, yaitu :
1.        Memiliki moral;
2.        Pemenuhan Fana (sirna) dalam realitas mutlak;
3.        Pengetahuan intuitif langsung;
4.        Timbulnya rasa kebahagiaan sebagai karunia Allah dalam diri seorang sufi karena terciptanya maqomat (maqom-maqom atau beberapa tingkatan); dan
5.        Pengguanaan simbol-simbol pengungkapan yang biasanya mengandung pengertian harfiah dan tersirat.[5]
Sebagian peneliti lain berusaha mendefinisikan karakteristik umum yang sama diantara berbagai kecendrungan tasawuf atau mistisisme. Wiliam James, misalnya, seorang ahli peneliti ilmu jiwa Amerika mengatakan bahwa kondisi-kondisi mistisisme selalu ditandai emapat karakteristik sebagai berikut :
1)        Ia merupakan suatu kondisi pemahaman (noetic). Sebab, bagi para penempuhnya, ia merupakan kondisi pengetahuan yang dalam kondisi tersebut, tersingkaplah hakikat realitas yang baginya merupakan ilham, dan bukan merupakan pengetahuan demonstratif.
2)        Ia merupakan suatu kondisi yang mustahil dapat dideskripsikan atau dijabarkan. Sebab, ia semacam kondisi perasaan (state of feeling) yang sulit diterangkan pada orang lain yang detail dalam kata-kata seteliti apapun.
3)        Ia merupakan suatu kondisi yang cepat sirna (transiency). Dengan kata lain, ia tidak berlangsung lama tinggal pada ssang sufi, atau mistikus, tapi ia menimbulkan kesan-kesan sangat kuat dalam ingatan.
4)        Ia merupakan suatui kondisi fasif (passivity). Dengan kata lain, seorang tidak mungkin menumbuhkan kondisi tersebut dengan kehendak sendiri. Sebab, dalam pengalaman mistisnya, justru ia tampak seolah-olah tunduk di bawah suatu kekuatan supernatural yang begitu menguasainya.[6]

C.       Perbedaan Antara Tasawuf, Filsafat Dan Ilmu Kalam

Perbedaannya terletak pada cara menemukan kebenarannya. Perbedaan antara ketiga ilmu tersebut terletak pada aspek metodologinya. Ilmu kalam, sebagai ilmu yang menggunakan logika (aqliyah landasan pemahaman yang cenderung mernggunakan metode berfikir filosofis) dan argumrntasi naqliyah yang berfungsi untuk mempertahankan keyakinan ajaran agama. Pada dasarnya ilmu ini menggunakan metode dealektika/dialog keagamaan. Sementara filsafat adalah sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran rasional. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara menuangkan akal budi secara radikal (mengakar) dan integral (menyeluruh) serta universal (mendalam) dan terikat logika.
Adapun ilmu tasawuf adalah ilmu yang lebih menekankan rasa daripada rasio. Ilmu tasawuf bersifat sangat subjektif, yakni sangat berkaitan dengan pengalaman sesorang. Sebagian pakar mengatakan bahwa metode ilmu tasawuf adalah intuisi, atau ilham, atau inspirasi yang datang dari Tuhan. Kebenaran yang dihasilkan ilmu tasawuf dikenal dengan istilah kebenaran hudhuri, yaitu suatu kebenaran yang objeknya datang dari subjek sendiri. Hasbi (2011).

D.       Perbedaan Antara Tasawuf Dengan Ilmu Jiwa Agama

Dari konteks hubungan anatara ilmu tasawuf dengan ilmu jiwa yang tertera di atas terdapat perbedaan diantara keduanya.
Dengan demikian psikologi juga kita temukan masih menggunakan teori dan metodologi psikologi modern. Dan sedangkan tasawuf  lepas sama sekali dari teori dan metodologi psikologi modern. Inilah yang membedakan antara tasawuf dengan psikologi Islam. Namun pada sisilain tasawuf juga memberi konstribusi besar dalam pengembangan psikologi Islam, karena tasawuf merupakan bidang kajian Islam yang membahas jiwa dan gejala kejiwaan. Unsur Islam dalam psikologi Islam akan banyak berasala dari tasawuf. Dan hanya sedikit berbeda antara tasawuf  dengan ilmu kejiwaan adalah dari metode sistem pandangannya terhadap mempelajari kejiwaan manusia. Jika kita lihat tasawuf melihat manusia dari sisi internalnya, artinya langsung mempelajari isi dan kondisi hati ataupuun kejiwaan manusia, bagaimana seharusnya. Sedangkan ilmu jiwa ataupun yang sering dikenal dengan psikologi mempelajari dan mendeskripsikan kejiwaan manusia dari eksternal manusia yaitu dengan mempelajari hal-hal yang tampak dari sikap dan perilaku manusia apa adanya, karena menurutnya dari mempelajari perilakunya kita dapat menggambarkan bagaimana kondisi kejiwaannya.[7]



















BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Dari uraian diatas, kami dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa ilmu tasawuf adalah suatu ilmu yang sangat penting yang harus dimiliki setiap manusia karena dengan ilmu tasawufjiwa kita lebih tenang dan damai. Hakikat ilmu tasawuf adalah pembinaan jiwa kerohanian, sehingga bisa berhubungan dengan Allah sedekat mungkin.
Sebagai sebuah disiplin ilmu keislaman, tasawuf tidak dapat terlepas dari keterkaitannya dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti ilmu kalam, fiqih, filsafat, dan ilmu jiwa. Karena diantara ilmu-ilmu tersebut terdapat suatu keterkaitan yang mana saling bergantungan antara sama satu lain, sehingga menjadi suatu kesempurnaan dengan adanya keterkaitan yang tadi. Alhasil, denngan adanya hubangan tadi tidak akan ada penyelewengan dan pelanggaran syariat.


















DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon, Akhlak Tasawuf, Pustaka Setia, Bandung, 2010
Anwar,Rosihon dan Solihin, Ilmu Tasawuf,Pustaka Setia, Bandung, 2008
HAG, Tamami, Psikologi Tasawuf, Pustaka Setia, Bandung, 2011
Irpan harahap. Blogspot.com jam 12.13




[1] Orang banyak menyebut ilmu kalam dengan istilah teologi, sebuah istilah yang diambil dari bahasa Inggris “theo” (artinya Tuhan) dan “logos” (artinya ilmu). Jadi, teologi adalah ilmu tentang ketuhanan. Namun, penyamaan istilah ilmu kalam dengan teologi tampaknya kurang tepat. Alasannya, istilah ilmu kalam lebih spesifik bagi umat Islam, sedangkan teologi lebih bermakna luas, bias mencakup seluruh agama selagi masih berbicara tentang ketuhanan. Kalau orang menyebut teologi, mestinya digandengkan dengan atribut atau keterangan di belakangnya, misalnya teologi Islam, teologi Kristen, teologi Yahudi, dan sebagainya.
[2] Hadits Riwayat Muslim dan Tirmidzi.
[3] Lihat Al Quran Surat Al-Hujurat, ayat 14.
[4] Al Quran Surat Al Jatsiyah, ayat 18.
[5] Ensiklopedia islam,jilid 5, dalam buku akhlak tasawuf, Bandung: Rasihon Anwar, 2010, hal.148
[6] Muh. Solihin, Rasikhon Anwar, Ilmu Tasawuf.  Hal: 37
[7]Irpan harahap. Blogspot.com jam 12.13

Kindly Bookmark this Post using your favorite Bookmarking service:
Technorati Digg This Stumble Stumble Facebook Twitter
YOUR ADSENSE CODE GOES HERE

0 comments:

Post a Comment

Blog Archive

Labels

 

About Me

blog kombinasi
View my complete profile

Followers

Recent Comments


| BLOG KOMBINASI © 2009. All Rights Reserved | Template Style by My Blogger Tricks .com | Design by Brian Gardner | Back To Top |