SELAMAT DATANG DI LIAILMAMAH.BLOGSPOT.COM,JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENTARMU YA! :) maaf jika foto2 terhapus :')

Thursday 27 March 2014

Iman, islam, ihsan serta ikhlas dalam amal dan istiqomah dalam perbuatan



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Di era sekarang ini banyak kaum muslimin yang telah melaksanakan peribatan sebagaimana layaknya seorang muslim menunaikan kewajibanya. Akan tetapi tidak semua dari mereka melasanakan dengan sebenar-benarnya dikarenakan belum mengerti dan belum paham tentang arti hakikat dari iman, islam dan ihsan. Sehingga apabila melaksanakan sesuatu tanpa ada dasar pengetahuannya akan terasa kurang sempurna.
Oleh karena itu, kami dari kelompok 12 mata kuliah mashodir tarbawiyah akan mencoba memaparkan apa itu iman, islam, dan ihsan secara mendetel, yang disertai dengan keikhlasan dengan amal dan beristiqomah dalam perbuatan sehingga melahirkan ibadah yang berkualitas.



B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan iman, islam, ihsan?
2.      Apa hubungan antara iman, islam dan ihsan?
3.      Bagaimana cara ikhlas dalam amal dan istiqomah dalam perbuatan?
C.    Tujuan Masalah
1.      Agar mengetahui tentang iman, islam, ihsan
2.      Agar mengetahui hubungan antara iman, islam, ihsan
3.      Agar mengetahui cara ikhlas dalam amal dan istiqomah dalam perbuatan
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Iman
Pengertian dasar dari istilah “iman” ialah “memberi ketenangan hati;  pembenaran hati”. Jadi makna iman secara umum mengandung pengertian pembenaran hati yang dapat menggerakkan anggota badan memenuhi segala konsekuensi dari apa yang dibenarkan oleh hati.
Iman sering juga dikenal dengan istilah aqidah, yang berarti ikatan, yaitu ikatan hati. Bahwa seseorang yang beriman mengikatkan hati dan perasaannya dengan sesuatu kepercayaan yang tidak lagi ditukarnya dengan kepercayaan lain. Aqidah tersebut akan menjadi pegangan dan pedoman hidup, mendarah daging dalam diri yang tidak dapat dipisahkan lagi dari diri seorang mukmin. Bahkan seorang mukmin sanggup berkorban segalanya, harta dan bahkan jiwa demi mempertahankan aqidahnya.[1]
Adapun rukun iman ada 6 yaitu:
1.      Pengertian Iman Kepada Allah
Makna iman kepada Allah adalah membenarkan dengan sungguh-sungguh akan wujud (eksistensi) Allah Ta’aala, bahwa Dialah pencipta segala sesuatu, Pengatur seluruh alam, tiada sekutu bagi-Nya.[2] Kita harus percaya kepada Allah  sebab Dialah Tuhan yang menciptakan seluruh manusia dimuka bumi ini.[3]
Allah berfirman:

Artinya: “Hai manusia sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelummu, agar kamu bertaqwa” (QS. Al-Baqarah : 21).
2.      Iman Kepada Malaikat
Malaikat adalah alam nurani yang tidak dapat dilihat, hanya Allah yang mengetahui hakikatnya. Mereka adalah hamba-hamba yang dimuliakan yang tiada pernah melanggar perintah Allah dan mengerjakan semua apa yang disuruh.
Allah menciptakan mereka karena hikmah yang banyak.
Beriman kepada malaikat maksudnya adalah percaya dengan keberadaan mereka, dengan sifat-sifat dan pekerjaan mereka yang kita ketahui.
Allah berfirman:
Artinya:
“Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang di bisikan oleh hatinya, dan kami lebih dekat padanya dari pada urat lehernya, (yaitu) ketika dua malaikat mencatat amal perbuatannya, satu duduk disebelah kanan dan yang lain duduk disebelah kiri. Tiada satu uacapan pun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya malaikat pengawas selalu hadir”.(QS. Qaf:16-18).
3.      Iman Kepada Kitab-kitab Allah
Secra global seorang muslim beriman bahwa Allah telah menurunkan beberapa kitab kepada para nabi dan rasul-Nya, agar mereka sampaikan pada manusia. Iman kepada kitab-kitab tersebut adalah firman Allah yang diturunkan kepada nabi, kita mempercayai yang disebutkan kepada kita, membenarkan segala berita shahih tentangnya.
4.      Iman kepada para Rosul
Beriman kepada semua nabi dan rasul yang diutus Allah SWT untuk membawa petunhuk bagi segenap makhluk adalah wajib. Iman kepada rasul meliputi iman kepada risalah yang mereka bawa, percaya berita-berit abenar tentang mereka.
5.      Iman Kepada Hari Akhir
Seorang muslim percaya akan hari akhir. Pada hari itu Allah membangkitkan manusia dari kubur untuk menerima perhitungan dan ganjaran. Ada pun hal-hal yang tercakup dalam iman kepada hari akhir:
a.       Mempercayai kebangkitan, yaitu menghidupkan dan membangkitkan kembali orang-orang mati dari kubur dengan ruh dan badan mereka.
b.      Mempercayai himpunan, yaitu pengumpulan manusia setelah dibangkitkan dari kubur.
c.       Beriman akan adanya perhitungan dan pembalasan.
6.      Iman Kepada Qadar
Beriman kepada Qadar artinya adalah membenarkan dengan sungguh-sungguh bahwa setiap yang terjadi di alam ini berlaku sesuai dengan ilmu dan ketentuan Allah di Azal. Apa yang dikehendaki-Nya terjadi pasti terjadi, demikian pula sebaliknya.[4]

B.     ISLAM
Secara etimologis (asal-usul kata, lughawi) kata “Islam” berasal dari bahasa Arab: salima yang artinya selamat. Dari kata itu terbentuk aslama yang artinya menyerahkan diri atau tunduk dan patuh. Sebagaimana firman Allah SWT,

            “Bahkan, barangsiapa aslama (menyerahkan diri) kepada Allah, sedang ia berbuat kebaikan, maka baginya pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula bersedih hati” (Q.S. 2:112).
Dari kata aslama itulah terbentuk kata Islam. Pemeluknya disebut Muslim. Orang yang memeluk Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah dan siap patuh pada ajaran-Nya.[5]
Hal senada dikemukakan Hammudah Abdalati.[6] Menurutnya, kata “Islam” berasal dari akar kata Arab, SLM (Sin, Lam, Mim) yang berarti kedamaian, kesucian, penyerahan diri, dan ketundukkan. Dalam pengertian religius, menurut Abdalati, Islam berarti "penyerahan diri kepada kehendak Tuhan dan ketundukkan atas hukum-Nya" (Submission to the Will of God and obedience to His Law).

            Hubungan antara pengertian asli dan pengertian religius dari kata Islam adalah erat dan jelas. Hanya melalui penyerahan diri kepada kehendak Allah SWT dan ketundukkan atas hukum-Nya, maka seseorang dapat mencapai kedamaian sejati dan menikmati kesucian abadi.
            Ada juga pendapat, akar kata yang membentuk kata “Islam” setidaknya ada empat yang berkaitan satu sama lain.
1.    Aslama. Artinya menyerahkan diri. Orang yang masuk Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah SWT. Ia siap mematuhi ajaran-Nya.
2.   Salima. Artinya selamat. Orang yang memeluk Islam, hidupnya akan selamat.
3.   Sallama. Artinya menyelamatkan orang lain. Seorang pemeluk Islam tidak hanya menyelematkan diri sendiri, tetapi juga harus menyelamatkan orang lain (tugas dakwah atau ‘amar ma’ruf nahyi munkar).
4.   Salam. Aman, damai, sentosa. Kehidupan yang damai sentosa akan tercipta jika pemeluk Islam melaksanakan asalama dan sallama.
Secara terminologis (istilah, maknawi) dapat dikatakan, Islam adalah agama wahyu berintikan tauhid atau keesaan Tuhan yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw sebagai utusan-Nya yang terakhir dan berlaku bagi seluruh manusia, di mana pun dan kapan pun, yang ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.

            Cukup banyak ahli dan ulama yang berusaha merumuskan definisi Islam secara terminologis. KH Endang Saifuddin Anshari[7] mengemukakan, setelah mempelajari sejumlah rumusan tentang agama Islam, lalu menganalisisnya, ia merumuskan dan menyimpulkan bahwa agama Islam adalah:
    Wahyu yang diurunkan oleh Allah SWT kepada Rasul-Nya untuk disampaikan kepada segenap umat manusia sepanjang masa dan setiap persada.
   Suatu sistem keyakinan dan tata-ketentuan yang mengatur segala perikehidupan dan penghidupan asasi manusia dalam pelbagai hubungan: dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam lainnya.
    Bertujuan: keridhaan Allah, rahmat bagi segenap alam, kebahagiaan di dunia dan akhirat.
    Pada garis besarnya terdiri atas akidah, syariatm dan akhlak.
    Bersumberkan Kitab Suci Al-Quran yang merupakan kodifikasi wahyu Allah SWT sebagai     penyempurna wahyu-wahyu sebelumnya yang ditafsirkan oleh Sunnah Rasulullah Saw.[8]
Rukun-rukun Islam :
Nabi SAW. Bersabda :

بُنِيَ الْإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلّا اللّه وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَدًا رَسُوْلُ اللّهِ وَأَقِيْمُوْا الْصّلاَةَ وَ اتُوْا الزّكَاةِ وَصَوْمِ الرَّمَضَانَ وَحَجِّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً     (رواه بخاري و مسلم )
“Islam itu dibangun atas lima perkara yaitu aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Alloh dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Alloh, menddirikan shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan ramadhan, dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu.:”


1.      Syahadat

شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ وَالْمَلائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Artinya:
"Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu( juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."
(QS. Ali Imran: 18)
           
2.      Shalat
وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
Artinya: “Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” (QS.al Baqarah(2) : 43)
3.      Zakat
وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
Artinya: “Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” (QS.al Baqarah(2) : 43)
4.      Puasa
$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs?  
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” ( Q.S Al-Baqoroh :183)


5.      Haji

ÏmŠÏù 7M»tƒ#uä ×M»uZÉit/ ãP$s)¨B zOŠÏdºtö/Î) ( `tBur ¼ã&s#yzyŠ tb%x. $YYÏB#uä 3 ¬!ur n?tã Ĩ$¨Z9$# kÏm ÏMøt7ø9$# Ç`tB tí$sÜtGó$# Ïmøs9Î) WxÎ6y 4 `tBur txÿx. ¨bÎ*sù ©!$# ;ÓÍ_xî Ç`tã tûüÏJn=»yèø9$# ÇÒÐÈ  
padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim[215]; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah[216]. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (Q.S Ali Imran : 97 )








C.    IHSAN
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran (An-Nahl 90).
kata ihsan, lahir dari madli ahsana yuhsinu ihsanan, yaitu bahasa arab yang berarti bebuat baik, atau memperbaiki. Sedangkan bila memandang dri hadits pokok diatas, ihsan diartikan sebagai menyembah Allah seakan akan kita melihat-Nya, atau setidaknya kita merasa selalu diawasi oleh Allah.
  اعبدالله كأنك تراه فإن لم بكن تراه فإنه يراك (متفق عليه)
Artinya : “sebahlah Allah seakan-akan engkau melihatnya, maka apabila engkau tidak dapat melihatnya, maka ia pasti melihatmu. (HR. Bukhari dan Muslim)[9]
Disini terdapat indikasi lebih mengenai ihsan dibanding dengan yang lain. Karena ihsan sendiri merupakan usaha untuk selalu melakukan yang lebih baik, yang lebih afdol, dan bernilai lebih sehingga seseorang tidak hanya berorientasi untuk menggugurkan kewajiban dalah beribadah, melainkan justru berusaha bagaimana amal ibadahnya diterima dengan sebaik-baiknya oleh Allah. SWT. Karena dia akan merasa diawasi oleh Allah, maka akan terus timbul dihatinya tuntutan untuk selalu meng upgrade amal perbuatannya dari yang kurang baik menjadi yang  baik, dari yang sudah baik, terus berusaha untuk yang lebih baik demi diterimanya amal perbuatan mereka.
Misalnya seseorang yang melakukan sholat, cukup dengn melakukan syarat dan rukun sholat saja, tanpa  hartus khusyu. Orang itu sudah tidak dituntut lagi kelak karena dia sudah melakukan kewajibannya walaupun hanya sebatas menggugurkan kewajiban belaka. Beda dengan orang yang muhsin (ihsan), maka dia akan melakukan sholat tersebut dengan sesempurna mungkin, dia tidak hanya memperhatikan syarat dan rukun saja, melainkan adab dalam sholat, kekhusyu’an, khudu’, dan hal-hal yang dapat menghalangi sampainya ibadah tersebut sampai kepada hadroh sang kholiq.

“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)”. (Ar-Rahman :60)
Ihsan dapat diumpamakan sebagai hiasan rumah, bagaimana rumah tersebut bisa terlihat mewah, terlihat indah, dan megah. Sehingga padat menarik perhatian dari banyak pihak. Sama halnya dalam ibadah, bagaimana ibadah ini bisa mendapatkan perhatian dari sang kholiq, sehingga dapat diterima olehnya. Tidak hanya asal menjalankan perintah dan menjauhi larangannya saja, melainkan berusaha bagaimana amal perbuatan itu bisa bernilai plus dihadapan-Nya. Sebagaimana yang telah disebutkan diatas kedudukan kita hanyalah sebagai hamba, budak dari tuhan, sebisa mungkin kita bekerja, menjalankan perintah-Nya untuk mendapatkan perhatian dan ridlonya. Disinilah hakikat dari ihsan.

D.    Ikhlas Dalam Amal Dan Istiqomah Dalam Perbuatan
Ikhlas artinya memurnikan tujuan bertaqarrub kepada Allah SWT dari hal-hal yang mengotorinya. Arti lainnya; menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya tujuan dalam segala bentuk ketaatan. Atau, mengabaikan pandangan makhluk dengan selalu berkonsentrasi kepada Khaliq.
Ikhlas adalah diterimanya amal shaleh yang dilaksanakan sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW. Allah SWT telah memerintahkan kita untuk itu[10], dalam firman-Nya:
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”. (Q.S Al-Bayyinah : 5)
Diriwayatkan dari Amir al-Mukminin (pemimpin kaum beriman) Abu Hafsh Umar bin al-Khattab radhiyallahu’anhu beliau mengatakan: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ مانوي . فمن كانت هجرته الي الله ورسوله فهجرته الي الله ورسوله ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلي ما هاجر إليه
“Sesungguhnya setiap amalan harus disertai dengan niat. Setiap orang hanya akan mendapatkan balasan tergantung pada niatnya. Barangsiapa yang hijrah karena cinta kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya karena menginginkan perkara dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya (hanya) mendapatkan apa yang dia inginkan.” (HR. Bukhari dan muslim)
Faedah Hadits
Hadits yang mulia ini menunjukkan bahwa niat merupakan timbangan penentu kesahihan amal. Apabila niatnya baik, maka amal menjadi baik. Apabila niatnya jelek, amalnya pun menjadi jelek.
Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah mengatakan, “Bukhari mengawali kitab Sahihnya [Sahih Bukhari] dengan hadits ini dan dia menempatkannya laiknya sebuah khutbah [pembuka] untuk kitab itu. Dengan hal itu seolah-olah dia ingin menyatakan bahwa segala amal yang dilakukan tidak ikhlas karena ingin mencari wajah Allah maka amal itu akan sia-sia, tidak ada hasilnya baik di dunia maupun di akhirat.”
Ibnu as-Sam’ani rahimahullah mengatakan, “Hadits tersebut memberikan faedah bahwa amal-amal non ibadat tidak akan bisa membuahkan pahala kecuali apabila pelakunya meniatkan hal itu dalam rangka mendekatkan diri [kepada Allah]. Seperti contohnya; makan -bisa mendatangkan pahala- apabila diniatkan untuk memperkuat tubuh dalam melaksanakan ketaatan.” (Sebagaimana dinukil oleh al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam Fath al-Bari [1/17]. Lihat penjelasan serupa dalam al-Wajiz fi Idhah Qawa’id al-Fiqh al-Kulliyah, hal. 129, ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 39-40)
Ibnu Hajar rahimahullah menerangkan, hadits ini juga merupakan dalil yang menunjukkan tidak bolehnya melakukan suatu amalan sebelum mengetahui hukumnya. Sebab di dalamnya ditegaskan bahwa amalan tidak akan dinilai jika tidak disertai niat [yang benar]. Sementara niat [yang benar] untuk melakukan sesuatu tidak akan benar kecuali setelah mengetahui hukumnya (Fath al-Bari [1/22]).[11]
Pada intinya, keikhlasan menginginkan bagaimana seorang hamba mampu memberikan porsi ketawazunan (baca; keseimbangan) dalam amalannya antara yang dzahir dan bathin. Karena yang diinginkan dari ikhlas adalah adanya kesamaan dalam kedua amalan ini, baik yang dzahir (amalan yang terlihat oleh orang lain), maupun yang bathin (yang hanya diketahui sendiri oleh dirinya). Jika amalan dzahirnya melebihi amalan bathinnya, berarti terdapat indikasi keriyaan. Contoh amalan yang dilakukan secara bathin adalah senantiasa hati seseorang "basah" dengan dzikir kepada Allah, dimanapun dan kapanpun dia berada. Demikian juga dalam kesendirian-kesendiriannya, ia justru memperbanyak dzikir dan melakukan aktivitas ibadah, bukan malah merupakan kesempatan untuk berlaku maksiat.
Jika seseorang telah mampu menyeimbangkan antara kedua hal di atas, ini berarti telah terdapat indikasi keikhlasan dalam amalannya pada dirinya. Apalagi jika seseorang yang memiliki amalan bathin, jauh lebih banyak dan lebih besar frekwensinya daripada amalan dzahirnya, maka ia telah mencapai assidqu fil ikhlas (keikhlasan yang sebenar-benarnya).
Dalam kehidupan yang dijalani oleh manusia, keikhlasan memiliki posisi yang sangat penting. Karena tanpa keikhlasan, maka amalan seseorang diibaratkan seperti jasad yang tidak memiliki ruh lagi. Berikut adalah beberapa urgensi keikhlasan:
1)      Ikhlas merupakan suatu perintah/ kewajiban dari Allah. (QS.98: 5) "Padahal mereka tidaklah disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan keikhlasan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus."
2)      Keikhlasan merupakan bukti dan sarana ketaqwaan seseorang.
3)      Kehidupan dan kematian akan dipersembahkan kepada Allah SWT. Dan bagaimana persembahan akan diterima, jika tidak dibarengi dengan keikhlasan?
4)      Keikhlasan merupakan hal yang sangat diperlukan guna menjadi hamba yang terbaik amalannya, sebagai perealisasian cobaan yang Allah berikan pada insan. (QS.67: 2) "Yang menjadikan kamu mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun."
5)      Ikhlas merupakan syarat pertemuan antara seorang hamba dengan Rab-nya baik di dunia maupun di akhirat. (QS.18 : 110) "Dan barang siapa yang mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan jenganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya."
Istiqomah itu sendiri mempunyai pengertian terus menerus melakukan amal shalih dan komitmen dengannya serta tidak merusak satupun diantara amal-amal tersebut. Imam Nawawi mengatakan bahwa makna istiqomah adalah senantiasa berada dalam ketaatan kepada Allah. Istiqomah merupakan satu kata yang ringkas, namun sarat makna dan dialah rambu-rambu semua urusan.
Hal ini sesuai dengan janji Allah Swt. Dalam surat Al-Ahqaf: 13-14
sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: Rabb kami ialah Allah. Kemudian mereka tetap istiqomah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita mereka itulah penghuni surga, mereka kekal didalamnya sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan”.
Berdasarkan ayat diatas, Allah menjanjikan surga yang kekal bagi hamba-hamba Allah yang menjalan segala amal ibadahnya dengan istiqomah dan ikhlas dijalan-Nya. Menurut pengarang Manazilus-Sa’ri’in, ada tiga derajat istiqomah, yaitu:
1)      Istiqomah dalam usaha untuk melalui jalan tengah tidak melampaui rancangan ilmu, tidak melanggar batasan ikhlas dan tidak meyalahi manhaj As-Sunnah. Derajat ini meliputi lima perkara:
·         Amal dan usaha yang dimungkinkan
·         Jalan tengah, yaitu perilaku antara sisi berlebih-lebihan atau kesewenang-wenangan dan pengabaian atau penyia-nyiaan.
·         Berada pada rancangan dan gambaran ilmu, tidak berada pada tuntutan keadaan.
·         Kehendak untuk mengesahkan sesembahan, yaitu ikhlas.
·         Menempatkan amal pada perintah, atau mengikuti As-sunnah.
Lima perkara inilah yang menyempurnakan istiqomahnya orang-orang yang berada pada derajat ini. Selagi keluar dari salah satu diantaranya, berarti keluar dari istiqomah , entah keluar secara keseluruhan ataukah sebagiannya saja. Biasanya orang-orang salaf menyebutkan dua sendi ini, yaitu jalan tengah amal dan berpegang kepada As-Sunnah. Sesungguhnya syetan itu bisa mencium hati hamba dan mengintainya. Jika dia melihat suatu indikasi kebid’ah didalamnya dan berpaling dari kesempurnaan ketundukan kepada As-Sunnah, maka ia akan mengeluarkannya agar tidak berpegang kepada As-Sunnah. Jika Syetan melihat hasrat yang kuat terhadap As-Sunnah, maka ia tidak akan mampu mempengaruhinya untuk mengeluarkannya dari As-Sunnah. Maka ia memerintahkannya untuk terus berusaha, lalu bersikap sewenang-wenang terhadap diri sendiri dan keluar dari jalan tengah, seraya berkata kepadanya, “ ini merupakan kebaikan dan ketaatan. Semakin semangat berusaha, semakin menyempurnakan ketaatan itu.” Begitulah yang terus dibisikkan syetan hingga dia keluar dari jalan tengah dan batasannya. Inilah keadaan golongan khawarij yang melecehkan orang-orang yang istiqomah, dengan membandingkan sholat, puasa dan bacaan Al-Qru’an diantara mereka. Kedua golongan ini sama-sama keluar dari As-Sunnah ke bid’ah. Yang pertama keluar ke bid’ah pengabaian dan yang kedua keluar ke bid’ah kelewat batas.
2)      Istiqomah keadaan, yaitu mempersaksikan hakikat dan bukan keberuntungan, menolak bualan dan bukan ilmu, berada pada cahaya kesadaran dan mewaspadainya. Dengan kata lain, istiqomah keadaan dilakukan dengan tiga cara ini. Kaitannya dengan kesaksian hakikat, maka hakikat itu ada dua macam:hakikat alam dan hakikat agama, yang dipadukan hakikat ketiga, yaitu sumber, pembentuk dan sekaligus tujuan keduanya.
3)      Istiqomah dengan tidak melihat istiqomah, tidak lengah untuk mencari istiqomah dan keberadaannya. Sedangkan tidak lengah mencari istiqomah artinya tidak lengah mencari kesaksian penegakan kebenaran. Jika seorang hamba mempersaksikan bahwa Allah lah yang menegakkan segala urusan dan istiqomanya berasal dari Allah, bukan berasal dari dirinya dan juga bukan karena pencariannya, maka dia akan merasa bahwa bukan dirinyalah yang mendatangkan istiqomah itu. Ini merupakan kosekuensi terhadap asma Allah Al-Qoyyum. Artinya keyakinan bahwa Allah sendirilah yang menangani segala urusan dan Dia tidak membutuhkan selain Nya, tapi semua selain Nya tentu membutuhkan-Nya.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Seseorang yang hanya menganut Islam sebagai agama belumlah cukup tanpa dibarengi dengan iman. Sebaliknya, iman tidaklah berarti apa-apa jika tidak didasari dengan Islam. Selanjutnya, kebermaknaan Islam dan iman akan mencapai kesempurnaan jika dibarengi dengan ihsan, sebab ihsan mengandung konsep keikhlasan tanpa pamrih dalam ibadah.
Apabila seorang muslim sudah memahami hakikat makna iman, islam dan ihsan maka dia akan mengerjakan kewajibannya secara istiqomah disertai dengan rasa ikhlas.























DAFTAR PUSTAKA

Amin, Rusli, 2005, Menjadi Pribadi Unggul Dengan Kukuatan Iman, Jakarta: Pustaka Al-Mawardi.
Asy-Shiddiy Adil & Al-Mazyad Ahmad, inilah islam
Drs. Nasruddin Razak, Dienul Islam, Al-Ma’arif Bandung, 1989.
Hammudah Abdalati, Islam in Focus, American Trust Publications Indianapolis-Indiana, 1975.
M. Jamil, 2007, Cakrawala Tasawuf, Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta.







[1]http://cgeduntuksemua.blogspot.com
[2] Sr.Adil ash-shiddiy & Dr. Ahmad Al-Mazyad, inilah islam, hal:4
[3] Muhammad Rusli Amin, menjadi pribadi unggul dengan kekuatan iman, hal 11
[4] Ibid hal 12-23
[5] Drs. Nasruddin Razak, Dienul Islam, Al-Ma’arif Bandung, 1989, hlm. 56-57.
[6] Hammudah Abdalati, Islam in Focus, American Trust Publications Indianapolis-Indiana, 1975, hlm. 7.
[7] Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pusataka Bandung, 1978, hlm. 46.
[9] Drs. H. M. jamil, MA, Cakrawala Tasawuf, hal: 15
[10] Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah & Ibnu Rajab Al-Hambali & Imam Ghazali, Tazkiyah An-Nafs, Hal 11
[11] http://muslim.or.id/hadits/ikhlas-dalam-beramal.html

Kindly Bookmark this Post using your favorite Bookmarking service:
Technorati Digg This Stumble Stumble Facebook Twitter
YOUR ADSENSE CODE GOES HERE

1 comments:

we are outsiders on 2 April 2015 at 22:56 said...

medid. aku gak iso ngopi cak

Post a Comment

Blog Archive

Labels

 

About Me

blog kombinasi
View my complete profile

Followers

Recent Comments


| BLOG KOMBINASI © 2009. All Rights Reserved | Template Style by My Blogger Tricks .com | Design by Brian Gardner | Back To Top |