Sejak kecil saya sering berpenampilan layaknya seorang
laki-laki. Karena saya
sering memakai
kaos dan bercelana levis pendek, saya disebut sebagai “si tomboy”.
Tidak seperti anak perempuan pada umumnya yang suka bermain boneka,
dan berpakaian anggun, saya lebih suka bermain pistol-pistolan, mobil-mobilan dan lain
sebagainya. Bermain pun saya lebih
suka bersama teman laki-laki. Yang membuat lucu, ketika
ayah saya
hendak pergi shalat ke masjid saya selalu ikut ayah dengan mengenakan sarung dan baju koko. Bagaimana
tidak? Perempuan
pada umumnya, jika shalat mukenahlah yang ia pakai. Tapi tidak bagi saya.
Walaupun kadang ada yang memanggil saya tomboy, entah
kenapa saat itu saya sama sekali tidak merasa malu dengan penampilan saya.
seiring
berjalannya waktu, ketika saya
duduk di bangku MTs, dan saya
mondok di salah satu pondok pesantren di cirebon, sedikit demi sedikit saya
mencoba mengubah penampilan dan prilaku saya. Karena, mau tidak mau di pondok wajib mengenakan rok, baju panjang, serta
jilbab. Maka dari itu, yang semula memakai celana pendek dan kaos pendek saya
ubah menjadi pakaian
yang islami. Orang tua saya mulai senang dengan perubahan
pada diri saya. Karena mereka merasa benar-benar mempunyai seorang anak
perempuan, walaupun saat itu belum sepenuhnya saya berubah.
Awalnya, saya tidak nyaman dengan
busana yang tertutup, tapi karena sebuah keharusan maka saya coba jalani dan
akhirnya saya nyaman dengan busana yang tertutup seperti itu. Walaupun
penampilan saya sudah berubah, sifat dan perilaku dalam diri saya nampaknya
belum berubah. Untuk itu, saya mencoba melihat teman-teman saya bagaimana
mereka berperilaku dan berpenampilan seperti wanita. Contohnya, dari cara
teman-teman saya berhias, berbicara, duduk dengan manis, berjalan, semua saya
tirukan demi berubah.
Suatu perubahan itu tidak mudah untuk
dilakukan, oleh karena itu membutuhkan waktu dan proses yang cukup lama untuk
bisa mewujudkan apa yang saya inginkan. Walaupun sulit, saya harus terus mencoba
berubah. Karena saya yakin saya bisa. Dan saya yakin, dimana ada kemauan disitu
ada jalan.
Tiga tahun sudah saya mondok, teman-teman
saya akhirnya mengakui bahwa saya saat itu sedikit berubah. Saya sangat senang
mendengarnya. Dengan kata lain misi saya untuk berubah berhasil, walaupun tidak
semuanya berubah.
Satu hal yang tidak bisa saya ubah yaitu sifat.
Sulit rasanya mengubah sifat saya yang pemarah, egois, dan jutek. Parahnya jika saya sedang marah,
saya tidak bisa mengontrol diri sampai-sampai saya mengeluarkan kata-kata yang
tidak pantas untuk diucapkan. Saya sering mencoba untuk tidak marah, namun
tidak pernah berhasil. Mungkin saya hanya bisa mengurangi kadar marah saya.
Yang biasanya mengeluarkan kata-kata kotor, kini harus bisa mengontrol amarah
saya. Saya juga termasuk orang yang egois, yang hanya ingin menang sendiri dan
memikirkan diri sendiri. Tidak peduli dengan orang lain. Keegoisan ini
seharusnya segera diminimalisir agar terhindar dari sesuatu yang tidak saya
inginkan. Saya tidak ingin membuat orang lain benci karena keegoisan saya. Untuk
itu, sedikit demi sedikit saya mencoba menjadi orang yang lebih dewasa dan
mengerti dalam segala hal.
Yang paling nampak dalam diri saya yaitu jutek.
Orang yang belum mengenal saya pasti beranggapan bahwa saya pribadi yang jutek.
Hal itu tidak bisa saya pungkiri, karena memang saya bukan seseorang yang murah
senyum kepada orang lain. Walaupun seperti itu, saya selalu mencoba untuk
menjadi seseorang yang lebih baik lagi dan berusaha tersenyum kepada semua
orang yang saya jumpai.
0 comments:
Post a Comment